Fenomena Kekerasan Dalam Penjara Tak Hanya Fisik, Juga Seksual
Fenomena Kekerasan Dalam Penjara Tak Hanya Fisik, Juga Seksual |
Palembang, Situs Hukum--- Meninggalnya narapidana (napi) Rutan Merdeka, Bambang Suryanto (30), dua minggu lalu---dari tubuhnya didapati beberapa luka akibat sundutan api rokok serta luka memar, disusul tertusuknya Mario (19), Napi penhuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) Anak Klas IIA Palembang oleh napi lainnya, membuat kehidupan di balik jeruji besi terkesan rentan terhadap kekerasan. Bagaimana kehidupan dipenjara yang seharusnya menjadi tempat pembinaan bagi para napi? Berikut pengakuan mantan nap yang pernah merasakan getirnya hidup di penjara.
Mencari sumber yang berani mengungkap kehidupan dibalik jeruji besi culup sulit. Mario, yang ditusk napi lainnya Selasa (16/11) lalu, bersama keluarganya sempat ditemui koran ini, di Ruang Bedah (RB) E, RSMH, Kamis (18/11), menolak berbicara. Alasannya Mario khawatir akan di genjet penghuni lainnya seta petugas jika berani berbicara. "Lagian, masalah ini sedan diusahakan untuk berdamai," ungkap salah seorangf keluarga korban.
Termasuk sekedar berbincang Kusyanto (23), napi Rutan Merdeka yang kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Penyidik Polresta Palembang terkait meninggalnya Bambang Suryanto. Kepala Pengamanan Rutan Merdeka, Bistok Situngkir AMd, Jumat (19/11) lalu, menolak menghadirkan sang tersangka. Alasannya pun klasik, tidak ada ijn dari Kanwil Depkum HAM Sumsel. "Maaf, perintah dari Kanwil jangan dulu berbicara," ucap Bistok.
Tertutup Banyak Penyimpangan. Alhasil, koran ini menemukan seorang mantan napi yang pernah merasakan hidup di rutan serta LP Klas IA Pak Jo Palembang (LP dewasa-red). Pria paroh baya ini bahkan sempat dua kali hidup di balik jeruji besi. Era tahun 1980an serta tahun 2007. Kasusnya pun sama, masalah pembunuhan. "Dirutan itu tempat sementara sebelum di vonis. Sudah di vonis, kami dipindah di LP Pak Jo," ungkapnya melalui pembicaraan.
Pria yang ingin identitasnya dirahasiakan ini mengaku sistem di rutan dan Lp Pak jo tak jauh beda. Petugas terkesan tertutup karena didalamnya terdapat banyak penyimpangan. Sejak tahun 1980an ketika ia masuk, kembali tahun 2007 kesan serta masalah didalam penjara tak pernah berubah. Hingga kini, pria yang memiliki koneksi didalam penjara pun, mendapat keterangan dari teman-temannya, keadaan belum berubah. Banyak penyimpangan membuat peugas terkesan menutupi masalah yang ada.
Masalah kekerasan dikatakan sumber sebagai hal biasa. Napi yang baru masuk biasanya mendapat peloncoan hingga siksaan dari seniornya. Pria ini sendiri mengaku, saat pertama masuk tahun 1980an lalu, harus mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari seniornya, terutama kepala kamar. Meski termasuk preman yang melakukan pembunuhan, ia tak bisa berbuat banyak. Kepala kamar memiliki banyak anak buah dan teman.
"Karena kasus saya 33b (pembunuhan) kepala kamar agak segan. saya cuman disuruh tidur dibawah ranjang. Bukan diranjangnya. Kalau napi lainnya biasa disiksa terlebih dahulu," ungkap sumber tersebut.
Kepala kamar merupakan napi yang mempunyai keistimewaan dari petugas. Menjadi kepala kamar membutuhkan seleksi alam. Napi yang kuat, banyak teman dan bisa mengambil hati petugas, dengan sendirinya bisa memegang jabatan tersebut. Ada juga istilahnya foreman, napi yang menguasai blok yang terdiri dari beberapa kamar.
"Setelah kepala kamar dan penghuni kamar keluar, saya sempat menjadi kepala kamar," ujarnya. Namun diakui sumber tersebut, serang kepala kamar harus memberi setoran kepada sipir. Setoran ini diambil dari napi yang mendapat kunjungan dari keluarganya. "Keluarga yang besuk kan mesti bayar ke petugas. Di dalam, kan bayar lagi ke kepala kamar. Uang di dapat, dibagi dengan sipir lagi," jelasnya.
Setoran inipun membuat kepala kamar yang bermasalah sulit diganggu gugat oleh sipir. Termasuk jika kepala kamar melakukan kekerasan dengan napi lainnya. Masalah sajam, dibuat napi dari sendok, sikat gigi atau lainnya tidak pernah diperiksa. Ada razia dari kepolisian, sipirpun memberi tahu dulu. Sehingga razia bocor, keadaan terkesan aman.
"Memang ada perkelahian antar napi. Yang sering terjadi kalau ada orang luar membayar kita untuk memukuli napi karena dendam," jelasnya.
Selain kekerasan fisik, banyak juga dilihatnya kasus kekerasan seksual. Napi yang sudah berbulan-bulan hingga tahunan tak pernah berkumpul dengan istrinya,
terkadang melampiaskan hasratnya kepada napi lainnya. "Yang putih, yang mulus dan lemah, itu yang jadi sasaran," ungkap sumber tersebut.
Oleh sebab itu, dengan rentannya masalah kekerasan ini, banyak masyarakat menitipkan keluarga mereka yang ditahan, baik di Rutan maupun di LP kepada pihak tertentu. Biasanya kepada petugas, mantan tahanan yang sudah keluar dan memilik koneksi ke dalam dan tahanan di dalam. "Istilahna nitip. Seperti saya, karena sudah banyak kenal tahanan di dalam, sering menitipkan orang yang baru masuk biar di jaga," jelasnya.
Kecuali bagi kalangan berduit, menurut sumber ini bisa saja membeli kamar. dengan memberikansejumlah uang kepada sipir, orang seperti dapat memiliki ruangan khusus yang jumlah napi di dalam ruangan tidak terlalu banyak. Sehingga aman dari gangguan napi lain.
"Biasanya kalau kamar besar jumlah napi sampai 30 orang. Kamar kecil bisa sampai 13. Itu sangat berdesakan. Karena kapasitas penjara dimana-mana sudah over. Kalau beli kamar, maksimal cuma empat orang. Kamar itu biasanya ruangan sipir istirahat," jelasnya.
Masalah lain di dalam penjara, penghunipun akrab dengan narkoba. Penggunaan narkoba didalam penjara, menurut sumber ini malah lebih aman ketimbang menggunakan diluar. Membuat pengguna narkoba tak pernah lepas dengan barang haram tersebut.
"Terakhir tahun 2010 ini saya sempat menemani teman membeli narkoba. Oleh sipirnya, langsung disuruh ke dalam kamar penjualnya. Kesannya sudah ada kerjasama, penjual dan sipir," ungkapnya. (wwn)
Sumber: Sumatera Ekspres
0 komentar: